Skripsi Memaksa, Terpaksa Skripsi

Halo semua!
Kembali lagi, saya mau posting tentang dinamika akademis di sebagian kampus, khususon kampus-kampus di Indonesia.

Udah baca kan postingan sebelumnya? Skripsi or No Skripsi, just check it out!
Walaupun saya udah pernah yang namanya buat skripsi, minta ketemu dosen buat revisian, kalo revisian kelar baru deh minta tanda tangan, dan kalo udah kelar semua, dijilid terus minta tanda tangan lagi dan disahin. Singkatnya proses membentuk skripsi sih gitu.

Tapi kali ini saya risih banget dengan namanya yang buat skripsi. Emang sih mereka satu angkatan sama yang nulis artikel ini, emang sih temen-temen saya waktu kuliah dulu. Tapi, apa yang saya perhatikan adalah semakin hari semakin mereka tidak menghargai sebuah proses. Kalian mau lulus ya harus lewati prosesnya dulu dong. Ibaratnya kalo kamu mau menikmati mangga -walaupun itu pohon tumbuh di pekarangan ruma loe- kalian harus rela menunggu hingga waktunya tiba dan benar-benar matang.


Jadi dalam hal ini, apa yang saya perhatikan, kualitas membuat skripsi semakin lama semakin menurun, ibaratnya bukan sebuah agenda sakral bagi tiap mahasiswa. Poinnya adalah saya ingin membandingkan dengan apa yang saya lalui dulu, walaupun berbeda hanya beberapa bulan, namun perbedaannya cukup signifikan. Kenapa saya malah ngebanding-bandingin? Karena saya akan menulis berdasarkan pengalaman dan fakta-fakta yang saya alami, jadi bukan sekedar hanya asumsi.

Teringat ketika itu saya pendadaran pada bulan April tepatnya tanggal 8 tahun 2017, sebulan sebelum yudisium. Sebulan setelahnya, bulan Mei awal juga diadakan pendadaran. Waktu untuk revisian untuk pendadaran bulan April adalah sekitar 7 minggu sebelum yudisium, tapi untuk periode Mei hanya 2 minggu sebelum yudisium, karena yudisum diadakan pada 24 Mei 2017. Bagi saya ini adalah waktu yang singkat karena idealnya untuk melakukan revisi adalah 2 bulan, dan ketentuan dari Universitas juga seharusnya dua bulan setelah pendadaran kemudian yudisium dan sudah termasuk penjilidan pegumpulan berkas persyaratan untuk wisuda.

Hingga akhirnya saya merasa "cemburu" pada anak2 yang pendadaran periode Mei, bayangkan dengan waktu 2 minggu mereka sudah bisa melakukan semuanya dengan "keistimewaan sistem menejemen yang buruk". Mereka dapat tanda tangan sehari setelah pendadaran! Damn it! Revisi macam apa itu? Saya saja yang revisi tidak mayor perlu waktu 4 minggu untuk memerikasa ulang tiap-tiap bagian yang salah hingga benar-benar siap untuk dijilid, lha mereka cuma 1 hari? Benar-benar mengecewakan. Intinya saya kesal dengan sistem seperti ini!.

Kemudian, baru saja diadakan pendadaran bulan Agustus ini, 18-19 Agustus 2017, selang dua hari kemudian ada mahasiswa dengan percaya dirinya sudah bawa lembar pengesahan dan minta tanda tangan? Hey, kalian sadar? Revisi saja belum dikerjakan, nulis nama dosen dan sususan dosen saja salah, kalian memaksa dosen untuk mengesahkan skripsi kalian? Memang semudah itu mengerjakan skripsi? Jangan terlalu memaksakan please! Ada juga mahasiswa yang tanda tangan revisi juga belum ada, skripsi belum dijilid, kemudian datang minta pengesahan cap basah. WTH?! Kamu sehat?

Bye, tulisan ini kalo dibaca memang penuh dengan kebencian.
Just keep smiling!
Dan kebencian serta aib-aib di dalamnya tidak mau saya tuliskan begitu banyak, karena semakin banyak yang baca, semakin saya berdosa.
Hahahaha, so big LoL!
Tolong, untuk kalian dan juga saya terutama, kalau kalian ingin mendapatkan hasil yang terbaik, maka hargailah proses, hargailah bagaimana kalian memulai.
Yang saya sayangkan adalah, "negara ini" belum bisa bagaimana menghargai proses, tapi masih terpaku dengan hasil yang bagus dengan mengesampingka usaha yang dikeluarkan.

Selamat hari Kamis, dan Selamat Bekerja

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sangkar

Left Blank