Sangkar
Sebuah Sangkar
“Ruangan yang tak berdinding, tanpa batas yang menghalangi
untuk menghirup udara sekitar, hanya saja tersekat oleh tiang-tiang kecil yang
kuat nan kokoh yang tidak dapat membuat kita keluar ataupun masuk tanpa
melewati pintu.”
Sangkar
itu bagaikan penjara yang membuat kita tertahan di tempat yang sama tanpa bisa berpindah
tempat kecuali jika ada yang memindahkan sangkar tersebut ke tempat lain. Hidup
dalam sangkar seperti hidupnya seseorang yang tanpa perubahan. Pernyataan ini aku
ambil dalam satu sudut pandang, dan akan berlanjut dalam satu sudut pandang
yaitu sudut pandangku. Dalam sudut pandangku ini aku persempit dalam satu
perspektif dan tidak akan ku campur dengan perspektifku yang lainnya. Sulit
memang jika harus menuliskan suatu pendapat dengan begitu banyaknya sudut
pandang dan perspektif yang nantinya pendapat kita akan mengalir tanpa tentu
arah, seperti mengalirnya air dari tempat tinggi ke tempat rendah yang menemui
banyak cabang aliran, begitulah kira-kira.
Aku
yakin setiap orang dalam kehidupan ini pernah masuk dalam sangkar. Pernah
seorang masuk dan menemukan titik kenyamanan di dalam sangkar tersebut. Ada
juga orang yang selalu berpindah-pindah sangkar untuk menemukan suasana yang
nyaman, suasana yang menyenangkan. Mungkin di antara kalian juga tidak hanya
berpindah sangkar, namun juga terdapat dalam beberapa sangkar sekaligus.
Mungkin sangkar itu tidak hanya dihuni oleh satu makhluk saja, tetapi beberapa makhluk.
Di sinilah letak kehidupan dalam sangkar, bagaimana mereka menghidupkan suasana
sangkar agar tidak membosankan, agar mereka berkicau seperti halnya burung yang
terkurung dalam sangkar.
Tidak
semua penghuni sangkar merasakan kesenangan yang sama dalam sangkar yang sama.
Aku
bagaikan burung kecil dalam sangkar. Aku juga bagaikan seseorang yang berada di
beberapa sangkar dan mungkin berpindah-pindah sangkar. Aku belum bisa keluar
dan melepaskan diri dari sangkar-sangkar itu. Pernah sekali aku merasakan
kenyamanan dalam salah satu sangkar itu, namun ada beberapa penghuni yang
membuatnya kacau. Terkadang juga aku tidak selalu rutin dan adil dalam
menyinggahi sangkar-sangkar itu, ingin rasanya hanya satu sangkar saja di mana
sangkar itu menjadi tempatku. Namun, seekor burung pun memiliki insting untuk
bebas, seekor burung pun tidak mau dirinya terkurung terus-menerus. Mereka
ingin pergi mencari kebebasan!
Jika
aku merenung, sesungguhnya aku pun memiliki insting seperti burung itu? Namun
mengapa aku tidak terbang bebas saja mencari kebebasan? Mungkin seekor burung
pun memiliki jawabannya, jika bisa bebas maka aku akan terbang dan pergi, jika
ada kesempatan maka aku mencari peluang untuk terbang dan pergi menemukan
kebebasan. Begitu pula denganku ini. Semua ini simpel, hanya saja nampak rumit.
Ketika kita berbicara akibat, kita harus menemukan sebabnya. Masuk dalam
sangkar bukan hanya karena kita ingin masuk saja, tetapi apa sebab yang
mendorong kita untuk masuk dalam sangkar?
Saya
Adhi SUDRAJAT, menuliskan postingan ini tanpa kesimpulan yang konkret.
Seseorang mungkin bertanya “jadi?, so?” seolah mereka hanya ingin tahu
hasilnya saja padahal mungkin juga mereka ingin tahu ‘bagaimana’ kesimpulanku
sebenarnya. Bukan tanpa maksud, tapi ini sajalah yang hanya ini aku tulis.
Terima kasih.
Komentar
Posting Komentar